Subsidi Energi: Polemik yang Tak Pernah Mati

Subsidi Energi: Polemik yang Tak Pernah Mat | Energi seakan telah menjadi trending topic Indonesia sepanjang tahun 2012. Betapa tidak, problematika terkait dengan energi silih berganti mewarnai kehidupan sehari hari terutama mengenai subsidi. Hal ini menjadi polemik tersendiri yang tak pernah lepas dari sorotan publik.

Hal tersebut bukan tanpa alasan, subsidi energi telah menyedot kurang lebih 13,1% dari total APBN 2012 terdiri dari Rp123 triliun untuk subsidi BBM dan Rp45 triliun untuk subsidi listrik.

Ditambah lagi pada Maret 2012, tercapai kesepakatan antara Pemerintah bersama Badan Anggaran DPR mengenai postur APBN-P 2012 dengan anggaran subsidi energi yang melonjak menjadi subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp137 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp64,9 triliun disertai cadangan risiko fiskal energi ditetapkan Rp23 triliun dan dana kompensasi kenaikan BBM Rp30,6 triliun.


Namun, subsidi energi ini rupanya masih belum mencukupi. Realisasi subsidi energi per 5 Oktober 2012 sebesar Rp 174,8 triliun atau 86,4% dari pagu anggaran APBN-P 2012 menyebabkan realisasi subsidi BBM tahun ini diproyeksi bengkak Rp79,39 triliun dari pagu APBN-P 2012 menjadi Rp216,77 triliun. Penyebabnya, harga ICP naik menjadi sekitar US$110 per barel dari asumsi US$105 per barel disertai peningkatan volume BBM bersubsidi yang membengkak menjadi 43,5 juta-44,04 juta kiloliter dari asumsi 40 juta kiloliter.

Menteri Keuangan menetapkan bahwa pembengkakan pengeluaran itu akan ditutup dari hasil penghematan belanja dan optimalisasi penerimaan APBN-P 2012 berupa tambahan penerimaan migas Rp11,9 triliun, penghematan subsidi nonenergi Rp1,7 triliun, dan anggaran kompensasi kenaikan harga jual BBM bersubsidi Rp30,6 triliun yang tidak digunakan.

Angka belanja subsidi energi masih akan terus meningkat. Dalam RAPBN 2013, subsidi energi dialokasikan Rp274,7 triliun (subsidi BBM 193,8 triliun dan listrik Rp80,9 triliun), meningkat 35,7 persen dari belanja subsidi yang dialokasikan dalam APBN-P 2012 (Rp202,4 triliun) dengan asumsi harga minyak (ICP) USD100 per barel, dan lifting minyak 900 ribu barel per hari (BPH)
Penyebab utama tingginya subsidi energi disinyalir karena saat ini konsumsi energi di Indonesia masih bergantung pada BBM. Bukan hanya konsumsi rumah tangga saja, bahkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih menggunakan bahan bakar konvensional. Sedangkan harga minyak dunia cukup tinggi dan diprediksi akan terus menerus naik. Hal ini tentu menjadi alasan mengapa angka subsidi energi selalu bertambah. 

Pengambilan kebijakan populer, penundaan kenaikan harga BBM yang terjadi pada bulan Maret 2012 juga turut andil dalam melonjaknya angka subsidi BBM. Tentu hal ini sangat disayangkan. Padahal, kebijakan tersebut bertujuan untuk mengantisipasi dan menjadi solusi dalam kenaikan harga minyak dunia agar tidak membebani APBN-P 2012.

Sekarang, hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah mengembangkan penggunaan energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar konvensional. Sesungguhnya sudah banyak penemuan tentang pemanfaatan energi alternatif. Namun tampaknya pemerintah lebih banyak memilih untuk menambah anggaran subsidi energi konvensional dan belum memfokuskan diri ke dalam proses pengembangannya. Diharapkan kedepannya pemerintah dapat memaksimalkan pemanfaatan energi alternatif di Indonesia sehingga polemik subsidi energi yang tak pernah mati ini dapat mulai teratasi.

Sumber : Departemen Kajian Strategis BEM FEB UGM

Admin tidak bertanggung jawab atas semua isi komentar ,Mohon dipahami semua isi komentar dengan bijak